Kamis, 26 Mei 2011
Rabu, 25 Mei 2011
Thank you, Dokter...
Senin, 23 Mei 2011
Back to RSCM...Operation part 3 :)
Selasa, 10 Mei 2011
Senin, 09 Mei 2011
Sabtu, 07 Mei 2011
Renungan Tentang Cinta...
Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan yang hangat yang muncul ketika saya bersender di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa kenalan dan bercumbu, sampai sekarang, dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus mengakui, bahwa saya mulai merasa lelah dengan semua ini. Alasan-alasan saya mencintainya pada waktu dulu, telah berubah menjadi sesuatu yang melelahkan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif dan berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak kecil yang menginginkan permen. Dan suami saya bertolak belakang dari saya, rasa sensitifnya kurang, dan ketidakmampuannya untuk menciptakan suasana yang romantis di dalam pernikahan kami telah mematahkan harapan saya tentang cinta.
Suatu hari, akhirnya saya memutuskan untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, yaitu saya menginginkan perceraian.
"Mengapa?", dia bertanya dengan terkejut.
"Saya lelah, terlalu banyak alasan yang ada di dunia ini," jawab saya.
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam dengan rokok yang tidak putus-putusnya. Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang saya bisa harapkan darinya? Dan akhirnya dia bertanya, " Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?"
Seseorang berkata, mengubah kepribadian orang lain sangatlah sulit dan itu benar, saya pikir, saya mulai kehilangan kepercayaan bahwa saya bisa mengubah pribadinya. Saya menatap dalam-dalam matanya dan menjawab dengan pelan, " Saya punya pertanyaan untukmu, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya. Seandainya katakanlah saya menyukai setangkai bunga yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"
Dia berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."
Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya melihat selembar kertas dengan coret-coretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan....
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya kembali.
"Kamu hanya bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-jari saya supaya saya bisa menolong untuk memperbaiki programnya."
"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa masuk mendobrak rumah, membukakan pintu untukmu."
"Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus memberikan mata saya untuk mengarahkanmu."
"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu "teman baikmu" datang setiap bulannya, saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal."
"Kamu senang diam didalam rumah, dan saya kuatir kamu akan jadi "aneh". Saya harus memberikan mulut saya untuk menceritakan lelucon-lelucon dan cerita-cerita untuk menyembuhkan kebosananmu."
"Kamu selalu menatap komputermu dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya sehingga ketika nanti kita tua, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu."
"Saya akan memegang tanganmu, menelusuri pantai, menikmati sinar matahari dan pasir yang indah, menceritakan warna-warna bunga kepadamu yang bersinar seperti wajah cantikmu. Juga sayangku, saya begitu yakin ada banyak orang yang mencintaimu lebih dari saya mencintaimu. Saya tidak akan mengambil bunga itu lalu mati."
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur dan saya membaca kembali.
"Dan sekarang sayangku, kamu telah selasai membaca jawaban saya, jika kamu puas dengan semua jawaban ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana dengan susu segar dan roti kesukaanmu."
Saya segera membuka pintu dan melihat wajahnya yang penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti. Oh, saya percaya, tidak ada orang yang pernah mencintai saya seperti yang dia lakukan dan mengetahui saya harus melupakan "bunga" itu sendiri.
Itulah hidup, atau boleh dikatakan, cinta, ketika seseorang dikelilingi dengan cinta, kemudian perasaan itu mulai berangsur-angsur hilang dan ketika kita mengabaikan cinta sejati yang berada diantara kedamaian dan kesepian. Cinta menunjukkan berbagai macam bentuknya, bahkan dalam bentuk yang sangat kecil dan dangkal, atau bahkan tidak punya bentuk, bisa juga dalam bentuk yang tidak ingin kita ketahui. Bunga, saat-saat yang romantis hanyalah bentuk awal dari hubungan.
Written by candewi
Jumat, 06 Mei 2011
Thankful
God is merciful, God provides sustenance that has no end for me every day, I should be thankful for all that.
There is no need to worry about anything, because God would give all that we need ...!
Rabu, 04 Mei 2011
Beautiful Morning...
Minggu, 01 Mei 2011
Aku hanya untukmu...Zana Darryl & Valentino Rossi
Seberapa kaya kah hati kita??
Ini sebuah perjalanan hidup…Naik turunnya tak bisa di perhitungkan, tak bisa di kira. Hari ini aku mendapatkan suatu pelajaran lagi yang sangat berharga, bahwa menjaga hati orang lain itu penting. Kadang kita lupa bahwa setiap kata yang terucap dari bibir kita bisa merubah hati setiap orang yang mendengarnya. Apakah kata-kata itu akan membuat senang atau bahkan sebaliknya…Sering kali kita melemparnya sebagai gurauan tapi ternyata justru melukai hati yang mendengarnya. Hari ini, aku tahu bagaimana harus bersikap ketika sebuah kata yang bermaksud gurauan justru melukai hatiku. Sayangnya, kata-kata itu justru keluar dari mulut orang yang begitu dekat denganku. Aku membesarkan hatiku untuk berpikir positif bahwa semua itu Cuma gurauan tapi tetap saja…rasanya sakit mengena di hati. Duuuhhh….
Harkat, derajat dan martabat seseorang tidak menjadikan orang itu pandai menjaga hati. Kadang, merasa harkat, derajat dan martabat kita lebih tinggi dari pada orang lain justru membuat kita menyepelekan orang lain. Kaya harta tidak membuat orang menjadi kaya hati…menjaga hatilah yang terpenting, merunduk tanpa pandang siapa yang berada di hadapan kita, tanpa mengukur seberapa tinggi harkat dan martabatnya. Karena tak ada yang tahu, seberapa tinggi harkat, derajat dan martabat kita di hadapan Tuhan.